Kamis, 15 Mei 2014



Hari Pendidikan Nasional

   Ki Hadjar Dewantara adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda. Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ki Hajar Dewantara dibesarkan di lingkungan keluarga kraton Yogyakarta. Saat genap berusia 40 tahun menurut hitungan Tahun Caka, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara. Semenjak saat itu, Ki Hadjar Dewantara tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya.

     Hal ini dimaksudkan supaya Ki Hadjar Dewantara dapat bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun hatinya. Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda) dan kemudian melanjutkan sekolahnya ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) tapi lantaran sakit, sekolahnya tersebut tidak bisa dia selesaikan.
Ki Hadjar Dewantara kemudian bekerja sebagai wartawan di beberapa surat kabar antara lain Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Pada masanya, Ki Hadjar Dewantara dikenal penulis handal. Tulisan-tulisannya sangat komunikatif, tajam dan patriotik sehingga mampu membangkitkan semangat antikolonial bagi pembacanya.
     Selain bekerja sebagai seorang wartawan muda, Ki Hadjar Dewantara juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Pada tahun 1908, Ki Hadjar Dewantara aktif di seksi propaganda Boedi Oetomo untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia pada waktu itu mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kemudian, bersama Douwes Dekker (Dr. Danudirdja Setyabudhi) dan dr. Cipto Mangoenkoesoemo yang nantinya akan dikenal sebagai Tiga Serangkai, Ki Hadjar Dewantara mendirikan Indische Partij (partai politik pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia) pada tanggal 25 Desember 1912 yang bertujuan mencapai Indonesia merdeka.
     Mereka berusaha mendaftarkan organisasi ini untuk memperoleh status badan hukum pada pemerintah kolonial Belanda. Tetapi pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menolak pendaftaran itu pada tanggal 11 Maret 1913 karena organisasi ini dianggap dapat membangkitkan rasa nasionalism dan kesatuan rakyat untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.
Semangatnya tidak berhenti sampai sini. Pada bulan November 1913, Ki Hadjar Dewantara membentuk Komite Bumipoetra yang bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda. Salah satunya adalah dengan menerbitkan tulisan berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga) di mana kedua tulisan tersebut menjadi tulisan terkenal hingga saat ini. Tulisan Seandainya Aku Seorang Belanda dimuat dalam surat kabar de Expres milik dr. Douwes Dekker.
     Akibat karangannya itu, pemerintah kolonial Belanda melalui Gubernur Jendral Idenburg menjatuhkan hukuman pengasingan terhadap Ki Hadjar Dewantara. Douwes Dekker dan Cipto Mangoenkoesoemo yang merasa rekan seperjuangan diperlakukan tidak adil menerbitkan tulisan yang bernada membela Ki Hadjar Dewantara. Mengetahui hal ini, Belanda pun memutuskan untuk menjatuhi hukuman pengasingan bagi keduanya. Douwes Dekker dibuang di Kupang sedangkan Cipto Mangoenkoesoemo dibuang ke pulau Banda.
      Namun mereka menghendaki dibuang ke Negeri Belanda karena di sana mereka bisa mempelajari banyak hal dari pada di daerah terpencil. Akhirnya mereka diizinkan ke Negeri Belanda sejak Agustus 1913 sebagai bagian dari pelaksanaan hukuman. Kesempatan itu dipergunakan untuk mendalami masalah pendidikan dan pengajaran, sehingga Ki Hadjar Dewantara berhasil memperoleh Europeesche Akte. Pada tahun 1918, Ki Hadjar Dewantara kembali ke tanah air.
     Di tanah air Ki Hadjar Dewantara semakin mencurahkan perhatian di bidang pendidikan sebagai bagian dari alat perjuangan meraih kemerdekaan. Bersama rekan-rekan seperjuangannya, dia pun mendirikan sebuah perguruan yang bercorak nasional yang diberi nama Nationaal Onderwijs Instituut Taman Siswa (Perguruan Nasional Taman Siswa) pada 3 Juli 1922. Perguruan ini sangat menekankan pendidikan rasa kebangsaan kepada peserta didik agar mereka mencintai bangsa dan tanah air dan berjuang untuk memperoleh kemerdekaan. Pemerintah kolonial Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1 Oktober 1932.
     Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu kemudian dicabut. Selama mencurahkan perhatian dalam dunia pendidikan di Taman Siswa, Ki Hadjar Dewantara juga tetap rajin menulis. Namun tema tulisannya beralih dari nuansa politik ke pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan. Melalui tulisan-tulisan itulah dia berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia. Kegiatan menulisnya ini terus berlangsung hingga zaman Pendudukan Jepang.
     Saat Pemerintah Jepang membentuk Pusat Tenaga Rakyat (Putera) dalam tahun 1943, Ki Hajar ditunjuk untuk menjadi salah seorang pimpinan bersama Ir. Soekarno, Drs. Muhammad Hatta dan K.H. Mas Mansur. Setelah kemerdekaan Indonesia berhasil direbut dari tangan penjajah dan stabilitas pemerintahan sudah terbentuk.


Selasa, 29 April 2014

kartini.jpg       Raden Ajeng Kartini dilahirkan di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Beliau adalah Putri dari seorang Bupati Jepara pada waktu itu, yaitu Raden Mas Adipati Sastrodiningrat. Dan merupakan cucu dari Bupati Demak, yaitu Tjondronegoro. Pada waktu itu kelahiran Raden Ajeng Kartini, nasib kaum wanita penuh dengan kegelapan, kehampaan, dari segala harapan, ketiadaan dalam segala perjuangan, dan tidak lebih dari perabot kaum laki-laki belaka, dan bertugas tidak lain dari yang telah ditentukan secara alamiah, yaitu mengurus dan mengatur rumah tangga saja, kaum wanita telah dirampas dan diinjak-injak harkat dan martabatnya sebagai manusia.

Pola pikir wanita pada saat itu masih terarah pada pekerjaan rumah seperti mencuci, dan memasak, wanita juga tidak berkesempatan untuk sekolah yang lebih tinggi. Keadaan tersebut menjadi keinginan bagi R.A. Kartini untuk mengangkat derajat wanita di Indonesia.
Keinginannya mencerdaskan dengan sarana pendidikan untuk wanita Indoesia yang tidak memandang rakyat biasa atau bangsawan, sehingga hal ini didukung oleh suami dari R.A. Kartini untuk membangun sekolah wanita  di Rembang.
Inilah perjuangan Raden Ajeng Kartini yang telah berhasil menampakkan kaum wanita ditempat yang layak.

Senin, 10 Februari 2014



Sejarah Singkat SMKN 1 Kedawung


SMK Negeri 1 Kedawung awalnya bernama SMEA Negeri 1 Cirebon. Berdasarkan pada Surat Putusan Mentri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Republik Indonesia tanggal 1 Agustus 1959 secara resmi SMEA Negeri 1 Cirebon didirikan, dengan menempati gedung sementara milik Koperasi Batik Budi Tresna.
Pada tanggal 21 Juli 1968, Koperasi Batik Budi Tresna Cirebon menyerahkan (menghibahkan) secara resmi SMEA Negeri 1 Cirebon didirikan, dengan menempati gedung sementara milik Koperasi Batik Budi Tresna.
Pada tanggal 21 Juli 1968, Koperasi Batik Budi Tresna Cirebon menyerahkan (menghibahkan) gedung yang ditempati SMEA Negeri1 Cirebon kepada Pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, yang selanjutnya menjadi gedung resmi SMEA Negeri 1 Cirebon hingga kini
Gedung yang diserahkan pada saat itu terdiri dari :
  • 7  R.Keas
  • 1  R. Kepala Sekolah
  • 1  R. Tata Usaha
  • 1. R. Penjaga Sekolah
  • 1  Kamar Kecil (toilet)
Pada tahun 1996 keluar Peraturan Mentri Pendidkan yang mengatur tentang perubahan nama lembaga pendidikan di jenjang SLTA, salah satunya adalah SMEA, SMKK dan STM  dan sekolah kejuruan lainnya menjadi SMK. Maka pada tahun 1997, SMEA Negeri 1 Cirebon berubah menjadi SMK Negeri 3 Kota Cirebon, namun karena terjadi kesalah domisili sekolah yang tercatat di Kota Cirebon sedangkan wilayahnya menjadi miliki Kabupaten Cirebon, oleh karenanya beberapa bulan kemudian berubah namanya menjadi SMK Negeri 1 Cirebon Barat.
Setelah adanya perubahan system pemerintah dari sentralisasi menjadi desentralisasi (Otonomi Daerah) pada tahun 2000 dan terjadi pemekaran kecamatan Cirebon Barat, maka berdasarkan Surat Keputusan Bupati Cirebon No. 420/Kep.330 Disdik/2005 tertanggal 4 Juli 2005, SMK Negeri 1 Cirebon Barat dirubah menjadi SMK Negeri 1 Kedawung hingga sekarang.